Minggu, 03 April 2011

SIARAN PERS BERSAMA Tentang "23 TAHUN PEMERINTAH SENGAJA MEMELlHARA KONFLIK, NELAYAN RAWAI BENGKALIS DIKORBANKAN"




Jakarta, 17/06/2006---Sengketa wi1ayah tangkap (fishing grotmd) antara nelayan tradisional rawai dan pengusaha jaring batu di kawasan perairan Kecamatan Bantan, Kabupaten Bengkalis, Propinsi Riau, kembali terjadi pada Kamis (15/6) dengan menimbulkan korban. Setidaknya hingga hari ini pukul 05.00 WIB, tercatat 10 orang nelayan rawai luka-luka dan berikut 1 buah pompong rawai ikut dibakar oleh kelompok jaring batu/jaring kurau.

Sengketa ini bukanlah yang pertama kali terjadi. Dalam catatan Tim Pembela Nelayan Rawai-Bengkalis, setidaknya kasus ini sudah berlangsung 23 tahun lamanya (1983-2006). Sementara, Solidaritas Nelayan Kecamatan Bantan (SNKB) Bengkalis, menyatakan bahwa kasus ini terjadi akibat tidak adanya kemauan serius pihak pemerintah dan aparat terkait untuk mengambil langkah-langkah penting terhadap penyelesaian kasus ini secara menyeluruh dan berkeadilan bagi kepentingan nelayan kecil.

Wa1aupun sejak tahun 2003, Bupati Bengkalis, H. Syamsurizal, telah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 52/2003 tertanggal 06 Januari 2003, yang intinya melarang beroperasinya alat tangkap jenis jaring kurau di wilayah 0-4 Mil1aut, faktanya hingga saat ini operasi jaring kurau masih saja terus terjadi dengan pembiaran (by ommision) aparat keamanan dan pemerintah terkait. Bahkan, rata-rata bentrokan antar nelayan, justru banyak terjadi di wilayah yang seharusnya dilarang bagi operasi jaring batu tersebut. Penegakan hukum (law enforcement) tak dilakukan secara tegas dalam kasus ini.

Berdasarkan hal tersebut, kami mendesak:

Gubemur Riau sebagai wakil pemerintah pusat di daerah segera mengambil langkah-langah penting dan mendesak untuk penyelesaian sengketa wilayah tangkap ini secara komprehensif. Tindakan ini dilakukan dengan tetap mengedepankan azas kelestarian dan keberlanjutan Sumber Daya Perikanan laut;
Kapolda Riau dan jajarannya untuk menghindari tindakan kriminalisasi bagi nelayan tradisional yang hendak mempertahankan kelestarian kawasan pesisir dan lautnya dari ancaman kerusakan akibat operasi jaring batu dan alat tangkap merusak lainnya. Berbagai kasus kekerasan dan bentrokan antar nelayan yang telah terjadi selama ini, diakibatkan oleh lemahnya perangkat peraturan pendukung beserta institusi penegaknya, guna mendukung upaya nelayan tradisional rawai menjaga dan mempertahankan wilayah tangkapan dan sumber-sumber kehidupan di perairan Kabupaten Bengkalis;
DPRD Riau dan DPRD Bengkalis agar pro aktif dalam upaya mediasi ke arah penyelesaian sengketa ini, yang lebih adil bagi nelayan tradisional. Selama ini pihak DPRD tampaknya bersifat pasif dan terkesan membiarkan ber1arut-Iarutnya sengketa ini. Pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pelarangan Pengoperasian Jaring Batu di wilayah kelola nelayan rawai, yang saat ini dihentikan proses pembahasanya, seharusnya segera disahkan.

Demikian siaran pers bersama ini dibuat. Terima kasih.

SNKB (Solidaritas Nelayan Kecamatan Bantan), WALHI Riau, LBH Pekanbaru, Yayasan Laksana Samudera- Pekanbaru, KBH Riau, KONTRAS, Eksekutif Nasional WALHI, YLBHI, Jaring PELA, PBHI

Kontak Person :

Erwin Usman/ EksekutifNasional Walhi
M. Teguh Surya/ Walhi Riau
Suhelmi/ SNKB
Sinung Karto/ Kontras

Tidak ada komentar:

Posting Komentar